Mari Saling Berbagi Ilmu Karena Semua Akan Menjadi Mudah Apabila Kita Saling Berbagi

Jumat, 07 Oktober 2011

ASBAB AN-NUZUL DAN NUZULUL QUR’AN



BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah “buku” dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan Al-Qur’an secara total dalam sekali waktu secara sekaligus adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena pada kenyataannya Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslim secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan-kebutuhan yang timbul.
Sebagian tugas untuk  memahami pesan dari Al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajarinya dalam konteks latar belakangnya. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi yang berlangsung selama dua puluh tiga tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an. Terhadap perjuangan Nabi yang secara keseluruhan sudah terpapar dalam sunnahnya, kita perlu memahaminya dalam konteks perspektif melieu Arab pada masa awal penyebaran Islam, karena aktivitas Nabu berada di dalamnya. Oleh karena itu, adat-istiadat, lembaga-lembaga seta pandangan hidup bangsa Arab pada umumnya menjadi esensial diketahui dalam rangka memahami konteks aktivitas Nabi.
Secara khusus, situasi Mekah pra islam perlu dipahami terlebih dahulu secara mendalam. Tanpa memahami masalah ini, pesan Al-Qur’an sebagi suatu kebutuhan tidak akan dapat dipahami. Orang akan salah menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami konteks historisnya. Agar dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu, hampir semua las anre yang berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya asbab an-nuzul (las an pewahyuan).  Sebab pengetahuan tentang Nuzulul Qur’an merupakan asas bagi keimanan terhadap Al-Qur’an itu sendiri dan bahwa ia merupakan kalamullah dan asas untuk membenarkan kenabian Muhammad saw. serta bahwa islam adalah benar.
            Menurut fakta sejarah, Al-Qur’an dinuzulkan dalam kurun waktu sekitar 23 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an turun dalam ruang dan waktu tertentu dalam konteks masyarakat Arab.
            Dalam  memahami teks Al-Qur’an, ada hal menarik yang sampai sekarang orang tidak pernah melupakannya, khususnya orang-orang yang menggeluti masalah hukum Islam. Sebagian berpendapat  bahwa pemahaman  terhadap Al-Qur’an harus disesuaikan dengan konteks saat dinuzulkan ayat. Sebagian lain berpendapat bahwa pemahaman itu harus didasarkan atas keumuman lafazh ayat, bukan didasarkan atas kekhususan sebab nuzulnya. Dua pemahaman ini melahirkan dua kaidah yakni “al’ibratubihumuuminlafdzi laabikhushushissababi” danal’ibratubikhushuhisababi laabi’umuuminlafdzi”
            Karena kedua kaidah ini sangat erat kaitannya dengan latar belakang nuzul ayat-ayat Al-Qur’an, maka Asbab An-Nuzul perlu diketahui. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an ada latar belakang nuzulnya.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Nuzulul Qur’an & Asbab An-Nuzul

Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan suatu bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi. Asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bias disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits.[1]
Banyak pengertian yang dirumuskan oleh para ulama diantaranya :
1.      Menurut Az-ZArqani:
“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayt Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”[2]
2.      As-Shabuni:
“Asbab An-Nuzul” adalah petistiwa atau kejadian yang menyebabkan  turunnya satu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”[3]



3.      Shubhi Shalih:
“Asbab an-Nuzul”  adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an [ayat-ayat] terkadang menyiratkan peristiwa itu , sebagai respons atasnya . Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum di saat peristiwa itu terjadi.”[4]

4.      Manna’ Al-Qthathan :
“Asbab An-Nuzul”adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi , baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi .”[5]
            Dari pengertian- pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan. Pertama,suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa. Kedua, suatu ayat turun apabila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, turunlah ayat Al-Qur’an  yang menerangkan hukumnya. Asbab An-Nuzul menggambarkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan fenomena sosiokultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa asbabun nuzul tidak berhubungan secara kasual dengan materi yang bersangkutan. Artinya tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada maka ayat itu tidak akan turun.[6]
            Asbab An-Nuzul merupakan bahan-bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa-peristiwa pada masa Al-Qur’an masihturun (ashr at-tanzil).Bentuk-bentuk yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa: konflik social seperti ketegangan yang terjadi anatara suku khazraj; kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang , atau yang akan terjadi.
            Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki asbab An-Nuzul atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontrofersi diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki asbab An-Nuzul. Sehingga, diturunkan dengan melatarbelakanginya (ibtida’), dan ada pula ayat yang diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa. Persoalan tersebut hampir merupakan consensus para ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa kesejahteraan Arabia pra –qur’an pada masa turunnya Al-Qur’an merupakan latar belakang makro Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat asbab An-Nuzul merupakan latar belakang  mikronya.[7] Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al-Qur’an memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
            Dalam Al-Qur’an Nuzulul Qur’an diungkap dengan dua ungkapan, yaitu (1) dengan kata Nazzala- yunazzilu- tanzilan, dengan makna konotatif “turun secara berangsur-angsur”, dan (2) dengan kata anzala- yunzilu- inzalan, dengan makna denotative ‘menurunkan”. Penggunaan dua kata itulah yang menyebabkan terjadinya berbagai macam definisi dan tahapan Nuzulul Qur’an yang mengkaji al-Qur’an dari aspek bahasanya.
            Az-Zarkasyi dalam kitab al-burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, menjelaskan mengenai proses turunnya Al-Qur’an mulai dari Lauhil Mahfudz sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, turunnya Al’Qur’an melalui tiga cara[8] :
1.      Al-Qur’an turun  sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad secara Bertahap, sejak diangkatnya beliau menjadi Rasul hingga wafat. Ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama Nabi Muhammad menjadi Rasul, sebagian mengatakan 20 tahun, sebagian lagi 23 tahun, sebagian lagi 25 tahun.perbedaan ini dipicu oleh perbedaan mereka menentukan berapa lama Nabi Muhammad menetap di makkah setelah diangkat menjadi rasul.


Dalilnya adalah firman Allah SWT:
ö@t/ uqèd ×b#uäöè% ÓÅg¤C ÇËÊÈ Îû 8yöqs9 ¤âqàÿøt¤C ÇËËÈ
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfudz.”(QS. Al-Buruj : 21-22). 
2.      Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia setiap tahun pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad. Dalam kaitan ini, setiap tahun pada malam Lailatul Qadar Allah menurunkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan kadar “kebutuhan” dan “tuntutan” tahun tersebut.
Firman Allah dalam surat al-Qadar :
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an)pada malam kemuliaan (QS. Al-Qadar : 1)

3.      Allah menjadikan malam Lailatul Qadar sebagai awal pembuka diturunkannya al-Qur’an secara bertahap.[9]
Setelah mengemukakan ketiga cara di atas, Az-Zarkasyi memilih cara yang palin benar berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam Mustadrak al-Hakim, “al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadar, kemudian turun secara bertahap selama 20 tahun.
Seiring dengan pendapat Az-Zarkasyi, as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, yaitu Al-Qur’an mengutip pendapat Ibn Hajar al-Asqani yang menyatakan bahwa cara pertama, yaitu Al-Qur’an diturunkan sekaligus dalam keseluruhannya dari Lauhil Mahfudz ke langit dunia di malam lailatul qadar kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad selama menjadi Rasuloleh Jibril adalah cara yang paling tepat.[10]

B.     Bukti Historis Turunnya Al-Qur’an Bertahap
Allah telah  menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara Malaikat Jinril secara bertahap. Malaikat sebagai perantara Allah dengan manusia, karena Al-Qur’an merupakan suatu petunjuk manusia. Ayat-ayat  Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian serta kebutuhan Nabi Muhammad SAW. Kejadian ini merupakan peristiwa besar yang dialami beliau selama hidupnya.
Allah SWT berfirman:
$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 n?tã Ĩ$¨Z9$# 4n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨tRur WxƒÍ\s? ÇÊÉÏÈ
Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada umat manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.”(QS.al-Isra’ (17): 106).
ã@ƒÍ\s? É=»tGÅ3ø9$# z`ÏB «!$# ̓Íyèø9$# ÉOÅ3ptø:$# ÇËÈ  
            Kitab ini diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Jatsiyah .”(45):2)
Dilihat dari ungkapan ayat-ayat diatas (untuk arti menurunkan ) semuanya menggunakan kata tanzil bukan inzal . Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’anditurunkan secara bertahap atau berangsur-angsur. Berbeda dengan kitab samawi sebelumnya Taurat,Injil, dan Zabur turunnya sekaligus, tidak bertahap. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Firman Allah SWT[11] :
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºxŸ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös? ÇÌËÈ
Berkatalah oran-orang yang kafir:”Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil(teratur dan benar).”(QS.al-Furqan(25):32)
Pertanyaan orang kafir itulah dijadikan landasan beberapa ahli tafsir, bahwasanya orang kafir merasa heran dengan tueunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur karena mereka mengetahui bahwa kitab-kitab sebelumnya diturunkan secara sekaligus. Bukanlah kitab-kitab itu berwujud benda kemudian diturunkan begitu saja, tetapi diturunkan (dibacakan) sekaligus oleh Malaikat Jibril.[12]
Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah Q.S al-‘Alaq ayat 1-5:]
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Bacalah dengan (menyebut ) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Maha mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Pada awalnya Rasulullah SAW diberitahu lewat mimpi pada bulan kelehiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal. Kemudian diturunkan kepada beliau dalam keadaan sadar. Sebagaimana hadits dari ‘Aisyah r.a yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:
“Wahyu yang mula-mula diturunkan kepada Rasulullah SAW ialah mimpi yang benar diwaktu tidur. Setiap kali mimpi beliau ada yang dating bagaikan cahaya yang terang di pagi hari. Kemudian beliau lebih suka menyendiri. Beliau pergi ke gua Hira untuk bertahan  beberapa malam; dan waktu itu beliau membawa bekal. Kemudian beliau kembali ke rumah Khadijah r.a. dan Khadijah pun membekali seperti itu biasanya. Sehingga datanglah suatu “kebenaran” kepada beliau sewaktu berada di gua Hira. Malaikat dating kepada beliau dan berkata: ‘Bacalah.’Rasulullah menjawab: Aku bertanya kepadanya; ‘Aku tidak pandai membaca.’ Lalu dia memegang dan merangkulku sampai aku kepayahan, kemudian dia melepaskanku, lalu katanya: “Bacalah” Aku menjawab: kedua kalinya sampai kepayahan,lalu dia melepaskan aku, lalau katanya: ‘Bacalah’. Lalu aku menjawab: ‘aku tidak pandai membaca. ‘Lalu dia merangkulku untuk yang ketiga kalinya sampai aku kepayahan, kemudian dia melepaskan aku, lalu katanya: ‘Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan sampai dengan apa yang belum diketahuinya.”
Peristiwa tersebut tepatnya malam Senin 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran beliau bertepatan dengan 6 Agustus 610 M di gua Hira. Ketika turunnya wahyu yang pertama beliau masih sebagai seorang Nabi, belum ditugasi untuk menyampaikan kepada orang lain, namun setelah turun wahyu yang kedua (Q.S. al-Mudatsir (74): 1-7) beliau ditugasi untuk menyampaikan wahyu yang pertamanya.[13]
Secar historis, sejarah turunnya Al-Qur’an di sini akan dibagi ke dalam tiga periode agar lebih jelas tujuan-tujuan pokok Al-Qur’an;
Periode pertama, kandungan Al-Qur’an berkisar pada tiga hal :
1.      Pendidikan bagi Rasulullah dalam dalam membentuk kepribadiannya(Q.S al-Mudatsir (74): 1-7).
2.      Pengetahuan dasar mengenai ketuhanan (Q.S. al-A’la (87) dan Q.S al-Ikhlas (112).
3.      Dasar-dasar islamiyah dan pembentukan masyarakat Muslim.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat arab terhadap Al-Qur’an ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok, yaitu : 1) sebagian kecil dari mereka menerima dengan baik. 2) sebagian besar meraka menolak karena kebodohan mereka (Q.S. al-Anbiya’ (21):24), keteguhan mereka dalam mempertahankan adat-istiadat dan tradisi nenek moyang (Q.S az-Zukhruf (43):22), dank arena ada maksud-maksud tertentu dari suatu golongan; dan 3) Dakwah Al-Qur’an mulai melebar hingga perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.
Periode kedua, sejarah turunnya Al-Qur’an berlangsung selama 8-9 tahun, dimana ayat-ayat Al-Qur’an telah sanggup memblokade paham jahiliyah dari segala segi, sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dalam alam pikiran sehat (Q.S. a-Nahl (16): 125; Fushilat (41):13; Yasin (36): 78-82).
Periode ketiga, pada masa ini dakwah Al-Qur’an telahmencapai atau mewujudkan prestasi yang sangat besar. Periode ini berlangsung selama 10 tahun (Quraish Shihab, 1992:35-37). Ini merupakan periode yang terakhir. Islam disempurnakan oleh Allah dengan turunnya ayat yang terakhir turun. Surat al-Maidah ayat 3 (ayat tentang hukum), ketika Nabi wukuf pada waktu haji wada’ pada tanggal 9 Dzulhijjah 10 H/ 7 Maret 632 M. sehingga dari ayat yang pertama sampai yang terakhir turun memakan waktu sekitar 22 tahun.[14]

C.    Urgensi dan Kegunaan Asbab An- Nuzul
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan Urgensi asbab An-Nuzul dalam memahami al-Qur’an, sebagai berikut:
1.       Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap kea rah mana saja sesuai dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi setelah melihat asbab An-Nuzul-Nya, tahapan bahwa seorang yang sedang berada dalam perjalanan dan melakukan shalat di atas kendaraan, atau berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.”[15]
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr). untuk memahami adanya keraguan dalam memahami suatu surat, Asy-Syafi’i menggunakan asbab an-Nuzul.
3.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus ( khusus ash-shabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafadz).
4.      Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat al-Qur’an turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan menunjuk Abd Ar-rahman Ibn abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya “Cis kamu berdua...”(Q.Sal-ahqaf:17).
5.      Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab-akibat(musabbab), hukum,peristiwa, dan pelaku,masa,dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.[16]

D.    Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shahih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya al-Qur’an. Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan Asbab An-nuzul.



E.     Macam-Macam Asbab An-Nuzul
a.       Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul
1)      Sharih (visionable/jalas)
2)      Muhtamilah (impossibl/kemungkinan)
b.      Dilihat dari sudut pandang perbandingan Asbab An-nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk Asbab An-Nuzul
1) Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud Al-sabab wa nazil al-wahid)
2) Variasi ayat untuk satu sebab (ta’addud al Nazil wa as-Sabab al-Wahid)















BAB III
KESIMPULAN

Banyak pengertian yang dirumuskan oleh para ulama mengenai pengertian Azbabun Nuzul dan Nuzulul Qur’an.
Menurut Az-Zarqani:
“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayt Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
As-Shabuni:
“Asbab An-Nuzul” adalah petistiwa atau kejadian yang menyebabkan  turunnya satu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”
Manna’ Al-Qthathan :
“Asbab An-Nuzul”adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi , baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi .”
Selainm itu juga Ayat-ayat  Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian serta kebutuhan Nabi Muhammad SAW. Kejadian ini merupakan peristiwa besar yang dialami beliau selama hidupnya.



Allah SWT berfirman:
$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 n?tã Ĩ$¨Z9$# 4n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨tRur WxƒÍ\s? ÇÊÉÏÈ
            Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada umat manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.”(QS.al-Isra’ (17): 106). 
ã@ƒÍ\s? É=»tGÅ3ø9$# z`ÏB «!$# ̓Íyèø9$# ÉOÅ3ptø:$# ÇËÈ
            Kitab ini diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Jatsiyah .”(45):2)















DAFTAR PUSTAKA

Cholis Nur, 2008. Pengantar Studi Al Qu’an. Teras. Depok Sleman Yogyakarta
Anwar Rosihin.2008.Ulum Qur’an. CV Pustaka Setia. Bandung
Subhi al-Shalih.Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an.Dar Al-Qalam li Al-Malayyin.1988. Bairut.
Manna’ Al-Qaththan. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an. Mansyarut Al-‘Ashr Al-Hadist.1989.Jakarta.
Ahsin W,Al-Hafidz. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Amzah. Jakarta: 2005.


[1]. Roshihan Anwar, Ulum Al-Qur’an , (Bandung:Putaka Setia. 2008) hlm.60
[2]. Muhammad ‘Abd Az ‘Azhim Az Zarqani, Manhil Al-Irfan, Dar Al-fikr, Beirut, t.t, jilid I, hlm.106.
[3]. Muhammad Ali Ash –Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, Damaskus,   1390,hlm, 22 
[4]. Subhi al-Shalih , Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an , Dar Al-Qalam li Al-Malayyin , Bairut , 1988 , hlm .132.
[5]. Manna’ Al-Qaththan , Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an , Mansyarut Al-‘Ashr Al-Hadist, ttp. ,1989 hlm.78.
[6]. Ahsin W,Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Amzah, Jakarta: 2005. Hlm.31.
[7].Manna’ Al-Qatthan, Mabahits fi’Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-Ashr Al Hadits, ttp., 1973, hlm. 78.
[8]. Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras, Yogyakarta:2008.hlm.64.
[9]. Ibid.
[10]. Ibid.
[11]. Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras, Yogyakarta: 2008. hlm.67.
[12]. Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994: hlm.152.
[13]. Nur Khalis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras, Yogyakarta: 2008,hlm.68.
[14]. Muhammad Chirzin, Alqur’an…,1998: halm. 16-17.
[15]. Az-Zarqany, op. cit., hlm. 109.
[16] Anwar Rosihon, Ulum Al-Qur’an. CV Pustaka Setia:Jakarta.2008. hlm. 65